KISAH SANTRI
Si bathok
Alkisah, dulu di zaman gaptek. Zaman dimana kendaraan masih hanya di miliki oleh orang orang kaya. Zaman di mana telephone masih tersambung dengan pita Panjang alias kabel. Dan zaman dimana hutan masih ada di mana mana.
Di sebuah pondok peasntren di jawa timur. Hiduplah seorang santri bernama bathok. Seperti Namanya, ia tidak begitu tampan, tapi tidak juga begitu jelek. Bahkan jika di bandingkan dengan zaman sekarang, ia bisa di katakan seperti bocah idiot.
Bathok tak begitu pintar kitab. Ia bahkan biasa di cap sebagai bocah goblok di kelas. Ia hanya akan cengar cengir ketika di tanya soal nahwu shorof. Hanya bermodal ‘sregep budal syawir’., bathok menjadi sorotan di kalangan majelis guru. Bakhan ia pernah menangis ketika tiba tiba sekolah di liburkan hanya karena hujan deras beberapa hari lalu. Yang menyebabkan kelas kebocoran.
Di sini kisah dimulai. Suatu saat, tangan kanan abah yai, alias asisten beliau Menginformasikan kepada seluruh santri.
“barang siapa yang dapat mengobati penyakit abah, maka akan di hadiahi dengan tanah seluas 5 hektar.”
Sedangkan kala itu peyakit abah belum di ketahui. Memang, beberapa hari ini abah terus mengeluh sakit. Namun beliau senditi tidak mengetahui jenis penyakit beliau. Setelah sekian lama sejak kepergian mandiang sang istri, yang meninggalkan beliau dengan putri semata wayang mereka. Seumur umur beliau tidak pernah merasa sesakit ini.
Di sini lah para santri ahli kesehatan berkumpul. Dari yang orang tuanya tabib, hingga yang orang tuanya dokter khusus. Namun semua pengobatan tidak ada yang berhasil. Sekali lagi, tangan kanan abah benginformasikan. Namun kali ini beliau menyuruh untuk menyebar beberapa santri untuk mencari obat obatan herbal di sekitar pondok. Dan disinilah jiwa bathok tergoyah untuk ikut serta.
Tepat di depan gerbang pondok. Bathok yak tahu harus mencari di mana. Yang ia tahu..
“dawuh abah dalan kanan kwi apik”
Dan di saat itu bathok langsung melangkahkan kaki terus kea rah kanan. Tak perduli entah kemana ia melangkah. Tanpa alas kaki, di tengah hutan bathok kelelahan dan memilih untuk beristirahat di bawah bebambuan rimbang. Baru saja hendak beristirahat, bathok di kejutkan dengan suara seseorang yang meminta tolong. Kemana kemana bathok mencari namun tak kunjung menemukan suara.
“saya di sini nak…. Tolong”
Suara terdengar dari balik bebambuan. Spontan bathok terkejut. Seseorang berbaju dinas kuno telah terjepit di antara bebambuan.
“loh pak, kok bapak biasa di situ? Gimana ceritanya?!”
“Panjang ceritanya nak… aku udah bertahun tahun di sini nak… aku nggak biasa keluar dari sini”
“terus sekarang saya harus gimana?”
“tolong carikan saya obat nak….”
“lah, gimana dan di mana saya harus mencari obatnya?”
“aku sendiri ya nggak tahu…, udah kamu cariin aja!”
“iya pak,..”
Sebagai santri teladan, bathok segera bergegas mencari obat dengan berlari ke arah kanan. Lagi lagi bathok kebingungan. Obat apa yang harus ia cari? Namun lagi lagi bathok tak mudah menyerah. Ia terus mencari walau entah apa yang ia cari. Hingga ia berhenti di ujung sebuah sungai.
Berjam jam bathok mencari cara agar dapat menyebrangi sungai. Namun tidak ada satupun ide yang masuk, karena sanking bodohnya. Hingga seekor buaya hampir saja menerkam habis bathok. Spontan bathok terkejut. Entah kenapa sang buaya tak jadi menerkam bathok.? Begitu bahagianya bathok saat mendapati tubuhnya masih utuh.
“loh, kok ada manusia di sini?”
Terjekut kembali si bathok stress mendengar si buaya bisa berbicara layaknya manusia.
“ loh, kok buaya bisa ngomong? Apa jangan jangan aku udah mati?”
“ya belum! Kan aku nggak jadi makan kamu!”
“lah, kenapa?”
“seumur umur aku jadi buaya, aku belum pernah makan manusia”
“lah, emangnya sebelumnya kamu makhluk apa? Kok bisa ngomong?”
“aku dulu manusia, sama seperti kamu, tapi semenjak badan ku sakit sakitan. Tiba tiba aku berubah jadi buaya seperti ini.”
“loh, kok bisa?”
“aku sendiri juga tidak tahu. Gini aja, aku tahu kamu mau nyebrang. Aku bakal nyebrangi kamu, asal kamu bisa mencarikan aku obat untuk sakit ku!”
“emmh,.. oke deal. Tapi kamu harus nyebrangin aku dulu, soalnya obatnya da di sebrang sana”
“serius ya…?!! Kamu kembali harus bawa obat untuk ku”
“iya, tenang saja,. Kalau gitu, cepat sebrang kan aku”
Sang buaya pun menuruti dan membiarkan bathok duduk di punggungnya, selagi ia menyebrangi sungai.
Setelah kembali sampai di daratan. Bathok segera berlari kea rah kanan. Entah keman lagi tempat yang harus ia cari, yang bathok tahu ia harus mencari obat untuk sang abah terlebih dahulu. Jangan sampai ia pulang dengan tangan kosong.
Hari sudah mulai gelap. Namun bathok masih belum menemukannya. Bahkan ia tidak tahu obat seperti apa yang harus ia cari. Akhirnya bathok memilih untuk tidur di bawah pohon beringin yang amat besar yang berada di tengah hutan itu. Entah berapa lama ia tidur, hingga ia di bangunkan oleh seorang berjubah putih dengan raut wajah yang bercahaya. Jenggot putihnya yang amat Panjang menjuntai ke bawah.
“lee,.. udah malam. Kenapa tidur di sini?”
Ujar si makhluk dengan aura kalemnya. Beliau tersenyum kepada bathok.
“astagfirulah..!!.. ap aitu?!?!?”
Bathok terkejut dan melonpat.
“tenang, aku buka syetan. Kamu kok bisa ada di sini? Kamu nyasar ya?”
“bukan, saya kesini untuk mencari obat buat kyai saya”
“owalah, obat itu to?”
“bapak ngerti obatnya? Kok bapak bisa tahu?”
“kyai mu itu sakit karena anak perempuannya belum nikah nikah. Udah kembalilah ke pondok mu, dan sampaikan kepada kyaimu. Pasti nanti dia akan sembuh seperti sedia kala”
“oh ya? Baiklah. Makasih ya pak.. kalau gitu saya pamit pulang”
Bathok melangkah pergi. Namun belum lama melangkah ia teringat dengan pria yang terjebak bambu tersebut. Bathok pun kembali kearah makhluk.
“maaf pak, terus obat buat orang yang terjebak di pohon bambu tersebut apa ya pak?”
“dia dulu itu adalah seorang orang kaya yang tidak pernah mau menginfakkan hartanya, makannya tubuhnya di jepit dengan hartanya sendiri. Itu obanya hanya harus menginfakkan hartanya pada orang yang membutuhkan.”
“oalah gitu, yaudah kalau gitu saya kembali lagi, assalamu’alaikum”
“wa’alaikum salam”
Bathok membali berlari, kali ini agak lebih jauh. Lagi lagi bathok tersentak dan kembali berlari putar balik. Untuk saja makhluk tersebut masih ada.
“apa lagi lee?”
“hehe.. gini pak, saya tadi ketemu sama buaya yang bisa ngomomng. Itu obatnya apa ya pak?”
“obatnya, dia harus mengamalkan seluruh ilmunya. Dia dulu adalah orang alim yang terkenal. Tapi satu huruf pun tak pernah ia amalkan”
“owalah, gitu. Terima kasih lagi pak. Saya pamit pulang. Assalamu’alaikum”
Bathok kemballi berlari untuk terakhir kalinya bathok berniat kembali, ingin menanyakan siapa beliau. Namun sayang, sang makhluk telah menghilang.
Bathok kembali sampai di ujung sungai, dan menjumpai sang buaya yang telah menunggu.
“gimana? Kamu sudah dapat obatnya?”
“ya dapet dong… “
“mana?”
“eits, tunggu dulu. Aku anterin nyebrang dulu!”
“ya sudah, cepat naik!”
Bathok pun naik dan berhasil menyebrang sungai. Tepat di ujung sungai, bathok segera memberi tahu penyakit apa yang sang buaya alami. Betapa terkejutnya sang buaya ketika mendengar apa yang di ucapkan bathok semuanya benar.
“terus, aku harus mengamalkan ilmuku ke mana?”
“ yake orang yang membutuhkan ilmumu.”
“emm… gini gini. Mumpung ada kamu, gimana kalau ku amalkan ke kamu aja?”
“oke, setuju”
Sang buaya pun mengajarkan seluruh ilmunya pada bathok pada durasi waktu satu malam. Dan yang benar saja, bathok akhirnya dapat menuasai seluruh ilmu dari sang buaya. Seketika buaya pun kembali manjadi seorang ulama sepuh. Betapa terkejutnya bathok, sedangkan sang ulama tampak begitu Bahagia.
“terima kasih kamu sudah mengobati ku, kalau gitu aku pamit balik ke desa untuk mnengamalkan ilmu ku”
Ujar sang ulama berterima kasih.
Selepas itu bathok kembali menemui sang pria yang terjebak di antara bebambuan. Tentu saja sang pria langsung menagih janji bathok. Namun, sebelumnya sang pria sempat di buat terkejut dengan pakaian yang kini bathok kenakan.
“kok kamu bisa pakai pakaian ulama’ nak?!”
Bathok yang baru menyadari pun ikut terkejut.
“ loh,, oh iya?!”
“gimana, kamu sudah dapat obat saya?”
“sudah!”
“mana?”
“anda dulu orang kaya kan?”
“loh, kok kamu tahu?”
“sakitnya anda itu, karena dulu anda tidak pernah menginfak kan harta anda yang segunung itu kan?”
“loh, kok tahu? Terus, obat saya apa?”
“obat anda itu, anda harus menginfak kan semua harta anda”
“pada siapa harus saya infak kan?”
“ya,.. pada orang yang membutuhkan”
“gini gini., mumpung kamu ada di sini, saya infakkan semua harta saya buat kamu. Saya beri 115 hektar tanah saya buat kamu. Saya beri 100 rumah saya buat kamu. Dan saya beri 1000 kuda saya buat kamu”
Seketika seluruh bambu berubah menjadi apa yang pria tadi sebutkan. Dan lebih terkejutnya lagi ketika seluruh benda meuju kearah bathok.
“sudah, tugas kamu sudah selesai. Sekarang kamu kembalilah ke pondok pasatinya semua orang sudah mencari mu.”
Perintah sang pria. Tanpa basa basi bathok kembali menuju pondok pesantren dengan menunggang kuda, dan di iringi 999 kuda yang lainnya.
Dengan penuh percaya diri, bathok memasuki wilayah pondok. Di sambut oleh seluruh santri yang telah lama menunggu.
“cak, kamu dari mana aja? Udah tiga bulan kamu nggak pulang!, abah yai udah sakit berat!. Bahkan buka mata aja udah nggak bisa. Persis kaya orang mati. Kamu bawa obatnya nggak?!”
Seluruh santri mengintrogasi.
“tenang, aku udah tahu penyakitnya, plus obatnya”
“mana? Kamu nggak bawa obatnya tuh!”
“obatnya ada di otak ku. Udah aku mau nemuin abah yai dulu”
Ujar bathok sebelum akhirnya ia berlalu pergi.
Sesampainya di ndalem, abah yai yang awalnya tak dapat membuka mata seketika terkejut saat matanya tiba tiba dapat kembali terbuka. Dan bathok lah orang pertama yang ia lihat.
“gimana nak, kamu udah tahu obatnya?”
“insyaAllah bah, saya tahu.”
“apa obatnya nak?”
“obatnya, abah harus menikahkan putri abah”
“subhanAllah, udah beberapa bulan ini aku memikirkan hal itu. Dan ternyata itu penyebabnya aku seperti ini”
Sang kyai pun segera memanggil sang asistent beliau untuk menyebarkan sayembara.
“barang siapa yang dapat mengerjakan kitab yang paling tinggi di pondok pesantren,ia akan di nikahkan oleh putri kyai”
Sayembara pun di mulai dengan di antusiasi 100.000 santri yang ada di pulau jawa. termasuk bathok. Namun bathok selalu mendapat larangan untuk ikut dari teman temannya.
“sudah lah cak,kamu di sini aja. Nggak usah sok sok ikut sayembara. Kamu itu goblok.takutnya nanti otakmu keberatan terus stress di tengah jalan”.
Ujar mereka menyepelekan .namun bathok pantang menyerah .
Sayembara berlangsung dengan khidmat . dari urutan pertama hingga terakhir,tidak ada satu pun yang berhasil. Ada yang setres di atas panggung. Ada yang gila, ada yang stres. Bahkan ada yang mati di tempat karena sanking beratnya ilmu kitab. Padahal antrian bathok terus saja mereka potong. Dari antrian nomor 5 hingga ke antrian nomor 100.000. namun bathok tetap sabar.
Tibalah di peserta terakhir.ya itu bathok. Tepat di hadapan tangan abah yai, bathok berhasil menguak habis ilmu kitab tersebut dengan mudah . bahkan,saat para santri banyak yang tidak percaya, lalu meminta bathok untuk membaca kitab yang jauh lebih tinggi lagi. Ya itu kitab ‘masih ada langit di atas langit’ .dengan begitu mudah bathok menuntas habis. Sangat ajaib .
Tidak dapat di titah kembali. Bathok akhirnya di lamarkan dengan sang putri kyai. Namun dengan satu syarat , sang putri meminta mahar sebesar 10 hektar tanah,10 rumah,dan 10 kuda. Sepontan bathok tertawa dan menyanggupi.
“akan ku berikan pada mu 115 hektar tanah, 100 rumah dan 1000 kuda untuk mahar mu”.
Tanpa kedipan mata , sang putri pun menyetujui jumlah mahar. Sedangkan di sisi lain, sang abah yai yang telah kembali sehat seperti semula tampak tersenyum menyaksikan sang putri yang akan berbahagia.
oleh santri